HUBUNGAN
PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KULIT PADA PETUGAS
PENGANGKUT SAMPAH
ABSTRAK :
Latar belakang : Pada awal kehidupan manusia sampah belum menjadi suatu
masalah, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk dengan ruang untuk hidup
tetap, maka makin hari masalah menjadi cukup besar. Hal ini jelas bila kita
melihat modernisasi kehidupan, perkembangan teknologi sehingga meningkatkan
aktifitas manusia. Sehubungan dengan kegiatan manusia, maka permasalahan sampah
akan berkaitan baik dari segi sosial, ekonomi maupun budaya Kesehatan seseorang
maupun masyarakat merupakan masalah sosial yang selalu berkaitan antara
komponen-komponen yang ada didalam masyarakat.
Tujuan : Mengetahui pemakaian alat pelindug diri dengan kejadian penyakit kulit pada petugas
pengangkut sampah.
Metode :
penelitian ini merupakan penelitian observasi dengan ranangan kasus kontrol.
Subyek perugas penganngkut sampah dikumpulkan melalui kuesioner pada petugas
sampah.
Hasil :
A. Latar Belakang
Pada awal
kehidupan manusia sampah belum menjadi suatu masalah, tetapi dengan
bertambahnya jumlah penduduk dengan ruang untuk hidup tetap, maka makin hari
masalah menjadi cukup besar. Hal ini jelas bila kita melihat modernisasi
kehidupan, perkembangan teknologi sehingga meningkatkan aktifitas manusia.
Sehubungan dengan kegiatan manusia, maka permasalahan sampah akan berkaitan
baik dari segi sosial, ekonomi maupun budaya Kesehatan seseorang maupun
masyarakat merupakan masalah sosial yang selalu berkaitan antara
komponen-komponen yang ada didalam masyarakat. Sampah sendiri, bila diamankan
tidak menjadi potensi-potensi berpengaruh terhadap lingkungan. Namun demikian
sering kita temui bahwa sampah tidak berada pada tempat yang menjamin keamanan
lingkungan, sehingga mempunyai dampak terhadap kesehatan lingkungan. Sampah
yang kurang diperhatikan tersebut, dapat berfungsi sebagai tempat berkembangnya
serangga ataupun binatang mengerat yang dikenal sebagai vektor penyakit menular
(Sudarso, 1985).
Masalah
lingkungan dewasa ini semakin komplek, hal ini seiring dengan pertambahan
jumlah penduduk yang cepat, modernisasi kehidupan, meningkatnya aktifitas
manusia serta perkembangan ilmu dan teknologi. Salah satu masalah lingkungan
yang perlu dipikirkan dan ditanggulangi bersama adalah masalah sampah. Masalah
sampah terutama di daerah perkotaan akan terus berkembang selama penduduk belum
menyadari dan melaksanakan perlunya pengelolaan yang baik.
Mewujudkan sanitasi lingkungan yang baik diantaranya melalui
pengelolaan sampah. Kegiatan pengumpulan sampah merupakan kegiatan dari proses
pengumpulan atau pengambilan dari berbagai sumbernya dan proses pengangkutannya.
Pengangkutan sampah dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan di
Kabupaten Bantul dengan tenaga kerja sebanyak 70 orang. Daerah-daerah yang
mendapat layanan yaitu pasar dan tempat umum lainnya serta sepanjang jalan yang
telah ditetapkan.
Dinas
Kebersihan dan Pertamanan membagikan alat pelindung diri sebagai sarana
perlengkapan kerja yang berupa sarung tangan, pakaian seragam, sepatu boot yang
diberikan pada petugas pengangkut sampah setiap setahun sekali sebagai upaya
untuk mengurangi bahaya yang ada.
Berdasarkan
survei yang dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2006 pada petugas pengangkut
sampah sejumlah 18 orang ditemukan 2 orang mengeluh pusing, 3 orang batuk dan
10 orang merasa gatal-gatal. Dari 18 orang pengangkut sampah tersebut yang memakai
alat pelindung diri sebanyak 13 orang dan yang tidak memakai alat pelindung
diri 5 orang. Pemakaian alat pelindung diri yang kurang lengkap dapat
memungkinkan kontak langsung dengan sampah sehingga mengakibatkan terjadinya
gangguan kesehatan.
Pembuangan
sampah di daerah Bantul masih kurang
baik, karena pengangkutan sampah harus menunggu sampah menumpuk banyak
baru diangkut oleh petugas pengangkut sampah. Hal ini menyebabkan sampah yang
ada di pasar berbau tidak sedap, dapat
mengganggu estetika dan dapat menyebabkan penyakit.
Berdasarkan
uraian diatas, maka muncul suatu pertanyaan penelitian apakah ada hubungan
bermakna antara pemakaian alat pelindung diri dengan kejadian penyakit kulit
pada petugas pengangkut sampah di
Kabupaten Bantul ?.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah
“Adakah hubungan bermakna antara pemakaian alat pelindung diri dengan kejadian penyakit kulit pada petugas pengangkut sampah ?”.
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Mengetahui
pemakaian alat pelindug diri dengan
kejadian penyakit kulit pada petugas pengangkut
sampah.
2.
Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui
pemakaian alat pelindung diri pada petugas
pengangkut sampah
b.
Untuk mengetahui gangguan kesehatan penyakit kulit yang diderita pada petugas pengangkut sampah.
c.
Untuk mendeskripsikan hubungan antara pemakaian alat pelindung diri dengan
penyakit kulit.
D. Manfaat Penelitian
1.
Bagi Dinas
Kebersihan dan Pertamanan
Dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif dalam melaksanakan tindakan yang berguna untuk merubah perilaku
petugas pengangkut dalam memakai alat
pelindung diri.
2.
Bagi Petugas Pengangkut
Sampah
Untuk mengetahui alat pelindung diri
yang digunakan dengan kejadian penyakit kulit pada petugas pengangkut sampah.
3.
Bagi Peneliti
Sebagai penerapan ilmu pengetahuan
yang berhubungan dengan pengelolaan sampah terutama pada tahap pengangkutannya.
E.
Sampah
1.
Pengertian
Menurut Freedman
(1977), sampah adalah semua zat padat baik yang dapat membusuk maupun yang
tidak dapat membusuk kecuali kotoran manusia.
2.
Sumber Sampah
Menurut Kusnoputranto (1985), sumber
sampah dibedakan menjadi :
a.
Sampah yang berasal dari daerah pemukiman.
b.
Sampah yang berasal dari daerah perdagangan.
c.
Sampah yang berasal dari jalan-jalan raya.
d.
Sampah-sampah Industri.
e.
Sampah-sampah yang berasal dari daerah pertanian dan perkabunan.
f.
Sampah yang berasal dari daerah pertambangan.
g.
Sampah-sampah yang berasal dari gedung-gedung atau perkantoran.
h.
Sampah-sampah yang berasal dari daerah penghancuran gedung-gedung dan
pembangunan atau pemugaran.
i.
Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum.
j.
Sampah yang berasal dari daerah kehutanan.
k.
Sampah yang berasal dari pusat-pusat pengolahan air buangan.
l.
Dari daerah peternakan dan perikanan.
F. Komposisi Sampah
Menurut Sudarso
(1985), komposisi sampah dibedakan menjadi komposisi fisik dan kimia.
a.
Komposisi Fisik
Susunan sampah secara fisik selain untuk pemilihan dan
penggunaan alat pengelolaan dapat digunakan sebagai penjajagan dalam usaha
pemanfaatan sumber energi.
b. Komposisi Kimia
Sampah dapat
dimanfaatkan kembali, tetapi perlu memperhatikan komposisi kimianya.
Pemanfaatan sampah antara lain dengan menggunakannya sebagai bahan bakar.
4. G. Klasifikasi Sampah
Menurut Anonim
(2000), sampah dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori antara lain :
a.Sampah
basah (Garbage)
Yaitu sampah yang berasal dari kegiatan domestik (rumah
tangga), seperti sisa makanan atau dapat juga dari industri pengolahan makanan.
b. Sampah kering (Rubish)
Sampah kering adalah sampah yang tidak membusuk. Sampah ini
dibagi dua yaitu : 1) sampah yang tidak mudah membusuk tetapi mudah terbakar
seperti kain, kertas, plastik ; 2) sampah yang tidak mudah membusuk dan tidak
mudah terbakar seperti kaca, logam dan lain-lain.
c. Sampah lembut
Sampah lembut
bersumber dari abu dengan partikel-partikel yang mudah beterbangan, seperti
debu, kapur, semen.
H. Jenis sampah
berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya
Menurut Ircham
(1992), jenis sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya
dibedakan menjadi :
a.
Sampah Organik, yaitu sampah yang mengandung senyawa organik atau tersusun atas
unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan sedikit fosfor. Sampah organik
terdiri dari daun-daunan, sampah dari bekas makanan, dan lain-lain.
b.
Sampah Anorganik, yaitu sampah yang mengandung senyawa anorganik sehingga tidak
dapat diuraikan oleh mikroorganisme.
I.
Sampah sebagai sarana
penulara penyakit
Menurut
Departemen Kesehatan (1987), sampah dapat menjadi tempat berkembang biak dan
sarang dari bermacam-macam vector penularan penyakit. Vektor-vektor penularan
penyakit yang biasa hidup dalam sampah adalah : a) lalat ;
b) kecoak ; c)
nyamuk ; d) tikus
J. Tahap
Pengelolaan Sampah
Sampah adalah benda yang sudah tidak dipakai,
tidak diinginkan dan dibuang yang berasal dari aktivitas dan bersifat padat,
tidak termasuk kotoran manusia.
Menurut
Depkes RI (1987), dalam pengelolaan sampah terdapat enam tahapan pengelolaan
sampah yaitu :
a.
Tahap penimbulan sampah
Aktivitas yang
sulit dikontrol, sehingga merupakan tahap yang paling menentukan berhasil
tidaknya pengelolaan sampah selanjutnya.
b. Tahap penanganan setempat
Tahap penanganan setempat ini, masih dekat dengan penghasil
sampah sehingga dalam penangananya perlu diperhatikan nilai-nilai keindahan,
kesehatan masyarakat dan segi ekonomi. Penanganan setempat perlu dilakukan untuk
pemenuhan persyaratan pengelolaan sampah.
c. Tahap pengumpulan
sampah
Kegiatan mengambil sampah dari berbagai tempat kemudian
membawa kelokasi pengumpulan sampah dengan menggunakan alat pengangkut yang
berupa truk.
d. Tahap pemindahan dan pengangkutan
Menyangkut fasilitas dan perlengkapan yang digunakan untuk
memindahkan sampah dari alat angkut yang lebih kecil ke alat angkut yang lebih
besar.
e. Tahap pengolahan
Bertujuan untuk meningkatkan efisiensi sistem pengolahan,
mendapatkan kembali bahan yang berguna, serta energi dari bahan yang berguna.
f. Tahap pembuangan
akhir
Tahap
pembuangan akhir merupakan tahap yang menentukan berhasil tidaknya pengelolaan
sampah.
K.
Pengangkut Sampah
Pengangkutan
sampah adalah pemindahan sampah (dari tempat sampah sementara atau pengumpulan)
ketempat pembuangan dengan kendaraan yang relatif lebih besar. (Sudarso 1985 ).
Elemen
fungsional pemindahan dan pengangkutan sampah menyangkut mengenai penggunaan
fasilitas dan perlengkapan yang digunakan untuk memindahkan sampah dari alat
pengangkutan yang relative lebih kecilm ke dalam alat pengangkut yang lebih
besar yang digunakan untuk mengangkutnya ke tempat yang lebih jauh baik menuju
ke pusat pemrosesan atau tempat pembuangan akhir.
Berdasarkan sistem pengangkutan sampah dapat dilakukan
dengan pengangkutan langsung dari tempat pengumpulan ketempat pembuangan akhir
atau pengolahan, atau secara tidak langsung yaitu dari tempat penyimpanan
ditampung dulu di tempat penyimpanan sementara, kemudian dengan kendaraan yang
lebih besar diangkut ketempat pengolahan atau pembuangan akhir.
Sistem
pengangkutan dapat dibagi dalam beberapa tahap antara lain :
1. Tempat pengangkut sementara
dari rumah tangga dapat dikumpulkan ke
tempat sementara yang lebih besar dan dapat diangkut dengan gerobak atau truk.
2. Sampah diangkut ketempat
yang lebih besar biasanya dapat diangkut dengan menggunakan truk.
3. Transfer station
selanjutnya sampah diangkut ke pembuangan akhir.
Pelaksanaan
pemindahan sampah dapat diterapkan dengan baika pada hampir setiap jenis system
pengumpulan sampah. Stasiun pemindahan merupakan suatu tempat terselenggaranya
pemindahan sampah dari kendaraan pengumpul sampah dan kendaraan-kendaraan lain
yang lebih kecil kedalam kendaraan-kendaraan lain yang lebih besar.
Cara yang digunakan dalam memuati
alat-alat angkut dapat dibedakan menjadi :
1. Tipe pengisian langsung
Mempunyai kapasitas besar, sampah
dari kendaraan pengumpul dipindahkan secara langsung kedalam kendaraan yang
digunakan untuk angkut ke tempat pembuangan akhir.
2.
Tipe bongkar simpan
Tipe ini sampah dituangkan pada tempat
penyimpanan atau pada lantai.
3. Tipe kombinasi pengisian langsung dan
bongkar simpan
Stasiun pemindah
baik tipe bongkar langsung maupun bongkar simpan bersama-sama digunakan.
L. Pengaruh Sampah Terhadap Kesehatan
Menurut
Juli Soemirat (1994), pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan
menjadi efek yang langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung adalah efek
yang disebabkan karena kontak langsung dengan sampah. Misalnya sampah beracun,
sampah yang korosif terhadap tubuh, sampah yang karsinogenik, teratogenik dan
lainnya. Selain itu adapula sampah yang mengandung kuman pathogen, sehingga
dapat menimbulkan penyakit. Efek tidak langsung yaitu pengaruh yang tidak
langsung dapat dirasakan oleh masyarakat akibat proses pembusukan, pembakaran,
dan pembuangan sampah. Penyakit bawaan sampah sangat luas dan dapat berupa
penyakit menular, tidak menular seperti bakteri, jamur cacing dan zat kimia,
dapat juga berupa akibat kebakaran, keracunan dan lain-lain. Secara keseluruhan
lingkungan bereperan penting akan kesejahteraan dan kesehatan hidup manusia.
Menurut Gumbira
Said (1987), Lingkungan biologis diantaranya sampah dapat menimbulkan penyakit
pada manusia dan sebagian bahkan dapat menularkan keseluruh masyarakat.
Penyebaran penyakit ke masyarakat dapat terjadi melalui kontak badan, kontak
udara, penyebaran melalui air, sampah dan lain-lain. Pola dan penyebaran
penyakit sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kontak antara penyakit, media
penyebaran dan individu yang rentan terhadap penyakit.
Penyakit
dalam berinteraksi terdapat 2 pola yaitu :
a.
Lingkungan yang buruk akibat sampah menyebabkan suatu penyakit, masuk
menginjeksi masyarakat yang rentan kesehatannya.
b.
Inang pembawa penyakit menyebarkan penyakit melalui sampah yang dihasilkan.
Untuk menanggulangi faktor biologis termasuk semua bakteri, virus,
parasit yang dapat disebabkan oleh pencemaran sampah, maka perbaikan lingkungan
sangat diperlukan. Upaya yang dapat dilakukan dengan perbaikan sistem pembuangan
sisa kegiatan manusia, termasuk sampah, sehingga mengurangi pencemaran tanah,
air dan uadara. Mengingat sampah
merupakan bahan yang dapat membahayakan, maka perlu adanya perencanaan yang
baik dalam pengelolaan sampah dengan mempertimbangkan kesehatan dan keselamatan
kerja, yaitu petugas dalam melaksanakan kerjanya terlindungi dari resiko
kecelakaaan kerja dan terjangkitnya penyakit yang diakibatkan sampah. Petugas
pengumpul sampah dalam bekerja setiap harinya selalu kontak langsung dengan
sampah sehingga sangat rentan terhadap gangguan kesehatan, karena petugas dan
pengangkut sampah mempunyai andil besar dalam usaha keberhasilan pengelolaan
sampah. Dalam pengelolaan sampah kota tidak berdampak negatif terhadap
kesehatan, dapat diperkirakan efek pencemaran kronik yang lebih berbahaya dapat
dialami oleh para pengumpul sampah.
M. Alat Pelindung Diri
1.
Pengertian
Menurut Budiono
(2003), alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja
untuk melindungi sebagia atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau
kecelakaan kerja.
2.
Syarat APD
Menurut Suma’mur (1996),
syarat-syarat alat pelindung diri yang baik antara lain :
a. Alat pelindung diri
tersebut harus enak dipakai.
b. Alat pelindung diri
tersebut harus tidak boleh mengganggu pekerjaannya.
c. Memberikan
perlindungan yang efektif terhadap bahaya yang dihadapinya.
3.
Ketentuan penggunaan APD
Menurut Budiono, dkk (2003), alat
pelindung diri yang telah dipilih hendaknya memenuhi ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
a. Harus memberikan
perlindungan yang adekuat terhadap bahaya yang spesifik atau bahaya yang dihadapi
oleh pekerja.
b.
Beratnya harus seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang
berlebihan.
c.
Harus dapat dipakai secara fleksibel.
d.
Bentuknya harus cukup menarik.
e.
Tidak mudah rusak.
f.
Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya.
g.
Suku cadangnya harus mudah diperoleh sehingga pemeliharaan alat pelindung diri
dapat dilakukan dengan mudah.
h.
Memenuhi ketentuan dari standar yang ada
i.
Pemeliharaannya mudah
j.
Tidak membatasi gerak
k.
Rasa “tidak nyaman” tidak berlebihan (rasa “tidak nyaman” tidak mungkin hilang
sama sekali, namun diharapkan masih dalam batas toleransi).
Oleh sebab itu pemeliharaan dan
control terhadap alat pelindung diri penting karena alat pelindung diri
sensitive terhadap perubahan tertentu, punya masa kerja tertentu dan APD dapat
menularkan beberapa jenis penyakit jika secara berganti
N. Kelemahan penggunaan APD
a. Kemampuan
perlindungan yang tidak sempurna
1)
Memakai alat pelindung diri tidak tetap.
2)
Cara memakai alat pelindung diri yang salah.
3)
Alat pelindung diri yang dipakai tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan.
b. Alat pelindung diri tidak
enak dipakai
O. Jenis Alat Pelindung Diri
Menurut Suma’mur (1996), alat
pelindung diri beraneka ragam macamnya, jika digolongkan menurut bagian tubuh
yang dilindungi maka jenis proteksi diri adalah :
a.
Kepala : pengikat
rambut, penutup, topi dari berbagai bahan
b.
Mata : kaca mata dari berbagai
jenis
c.
Muka : perisai muka
d.
Tangan dan jari : sarung tangan
e.
Alat pernafasan : masker khusus
f.
Telinga : sumbat
telinga dan tutup telinga
g.
Tubuh : pakaian
kerja dari berbagai bahan
Menurut
Notoadmodjo (1974), faktor yang mempengaruhi bersedia atau tidaknya menggunakan alat pelindung
diri yang telah disediakan adalah :
a.
Sejauh mana orang yang memakai alat itu mengerti akan kegunaannya.
b.
Kemudahan dan kenyamanan apabila dipakai dengan gangguan yang paling minimum
terhadap prosedur kerja yang normal.
c.
Sangsi-sangsi ekonomi, social dan disiplin yang dapat digunakan untuk
mempengaruhi attitude mereka.
Menurut
Siswanto (1991), alat pelindung diri antara lain :
a.
Alat pelindung tangan
Sarung tangan merupakan alat
pelindung diri yang paling banyak digunakan. Hal ini tidaklah mengherankan
karena kecelakaan pada tangan sering terjadi. Dalam memilih sarung tangan yang
tepat, perlu mempertimbangkan faktor-faktor antara lain :
1) Kepekaan yang diperlukan
dalam melakukan suatu pekerjaan, misalnya untuk pekerjaan yang halus dimana
pemakaiannya harus membedakan benda-benda yang halus, pemakaian sarung tangan
yang tipis akan memberikan kepekaan (sensibilitas)
yang lebih besar dari sarung tangan yang berukuran tebal.
2) Bagian tangan yang harus
dilindungi, apakah tangan saja atau tangan dan lengan bawah.
Menurut
bentuknya, sarung tangan dapat dibedakan menjadi :
1) Sarung tangan biasa
2) Gaunlets atau sarung tangan
yang dilapisi oleh plat logam
3) Mitts atau sarung tangan
dimana keempat jari pemakainya dibungkus menjadi satu kecuali ibu jari yang
mempunyai pembungkus sendiri (bentuknya seperti sarung petinju)
Macam-macam
sarung tangan antara lain :
1) Sarung tangan karet
2) Sarung tangan kulit
b. Alat pelindung kaki atau
sepatu boot
Sepatu
keselamatan kerja (Sefety Shoes) digunakan untuk melindungi kaki dari
bahaya tertusuk benda-benda tajam. Sepatu pelindung kaki ini terbuat dari kulit.
c.
Pakaian kerja
Pakaian pelindung atau pakaian kerja
ini digunakan untuk melindungi pemakainya dari benda yang kotor, cuaca yang
panas.
P.
Penyakit Kulit
Penyakit kulit
merupakan kelainan kulit yang diakibatkan oleh adanya jamur, kuman-kuman,
parasit, virus maupun infeksi. Penyakit jamur dapat hidup dan berkembang biak
ditempat pembuangan sampah dan pada petugas pengangkut sampah. Penyakit kulit
dapat menyerang keseluruh atau sebagian tubuh tertentu. Bahan-bahan yang
mengandung nitrit yang terdapat dalam sampah secara kontak langsung dapat
menimbulkan alergi dan iritasi.
Menurut Petrus
Adrianto dan Sukardi (1988), penyebab timbulnya penyakit infeksi jamur adalah :
1.
Adanya udara yang lembab dan panas (daerah tropis)
2.
Higiene yang kurang baik
3.
Lingkungan yang padat dan sosio ekonomi yang rendah
.Gejala pada
penyakit kulit biasanya penderita merasa gatal kemudian digaruk sehingga
terjadi infeksi, selain itu juga diakibatkan karena reaksi dari alergi dan timbul benjolan.
Tanda-tanda penyakit kulit yang
dapat dilihat yaitu :
1. Bintik-bintik putih
pada muka, leher, telapak tangan
2. Kulit
kelihatan merah
faktor risiko dalam penyakit kulit ini dapat
menyerang hampir semua umur, terutama pada remaja serta tidak ada perbedaan
antara pria dan wanita.
Q . Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini
adalah ada hubungan yang bermakna antara pemakaian alat pelindung diri dengan
kejadian penyakit kulit pada petugas pengangkut
sampah.
R. METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Penelitian ini
merupakan jenis penelitian observasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional.
B.
Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam
penelitian ini adalah petugas pengangkut sampah yang terdiri dari 70 petugas
pengangkut .
2.
Sampel
Penelitian ini
menggunakan cara non probability samplingdengan teknik purposive
sampling yaitu pengambilan sampel secara purposive didasarkan
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, ciri atau sifat-sifat
populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2002).
C.
Variabel Penelitian
1.
Variabel bebas (independent variable) adalah pemakaian alat pelindung diri.
2.
Variabel terikat (dependent variable) adalah penyakit kulit.
3.
Variabel pengganggu (confounding variable) adalah usia, lama bekerja dan
pendidikan, kebersihan alat pelindung diri.
D. Definisi Operasional
1. Pemakaian alat pelindung diri
Pemakaian APD yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah seperangkat alat yang digunakan pengangkut sampah untuk
melindungi tubuhnya dari adanya potensi bahaya. Alat pelindung diri tersebut
terdiri dari sarung tangan, seragam kebersihan, sepatu boot.
Kriteria penggunaan alat pelindung
diri:
Lengkap : Petugas pengangkut sampah menggunakan alat
pelindung diri yang berupa sarung tangan, sepatu boot, seragam kebersihan.
Tidak lengkap
: Petugas pengangkut sampah tidak menggunakan salah satu alat pelindung
diri tersebut.
Skala : Nominal
2. Penyakit kulit
Gangguan atau penyakit yang diderita oleh petugas pengangkut sampah
yang ditandai dengan gatal-gatal pada telapak tangan dan memerah pada telapak tangan yaitu seperti
jamur (Petrus Adrianto dan Sukardi, 1988).
Kriteria petugas yang menderita
penyakit kulit:
Menderit : Pada petugas pengangkut sampah
ditemui
adanya tanda atau gejala gatal-gatal pada
telapak tangan.
Tidak menderita: Pada petugas
pengangkut sampah tidak ditemui
tanda atau gejala gatal-gatal.
Skala : Nominal
3.
Variabel Pengganggu
a.
Usia
b. Lama
Kerja
c.
Tingkat Pendidikan
d.
Kebersihan alat pelindung diri
E.
Hubungan Antar Variabel
F.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
yang telah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih.
Kuesioner dalam penelitian ini yaitu
kuesioner tentang pemakaian alat pelindung diri dan penyakit kulit pada petugas
pengangkut sampah.